Atom – Konvensi – Kekosongan – Prajna

05/03/2015 17:19

Atom – Konvensi – Kekosongan – Prajna

-Atom-

Democritus, seorang filsuf Yunani yang hidup sekitar 2.500 tahun yang lalu, merupakan orang pertama yang mengeluarkan konsep tentang atom. Atom artinya materi terkecil yang tidak bisa dibagi lagi. Democritus berkata : “Oleh konvensi, ini disebut panas, oleh konvensi, ini disebut dingin, namun dalam realitanya hanyalah atom dan kekosongan, dan juga dalam realitanya kita tidak tahu apa-apa, karena kebenaran itu ada pada dasarnya.”

 

-Konvensi-

Selain atom, segala sesuatu lainnya adalah konvensi. Alam semesta ini pada dasarnya adalah atom-atom. Namun kita tidak mengalami hidup pada tingkatan atom. Democritus berkata,”dalam realitanya kita tidak tahu apa-apa, karena kebenaran itu ada pada dasarnya.”

Jadi apakah di sini konvensi itu?

Konvensi disini berarti bagaimana kita, atau makhluk hidup lainnya, mengalami dunia atom. Di alam manusia, konvensi ini terbentuk dari sistem tubuh termasuk kelima indra (mata, telinga, hidung, lidah, dan sistem syaraf), perasaan, pikiran, bentukan mental, dan kesadaran. Bersama-sama,sistem-sistem ini menciptakan seluruh alam semesta bagi kita, setiap pengalaman – apa yang kita sebut hidup. Buddhisme menyebut sistem-sistem ini lima skandha. Jadi setiap makhluk hidup mengalami dunia sesuai dengan keberadaannya, sistem-sistem yang dimilikinya.

Kita mendengar tentang orang-orang dengan sistem indra ekstra – indra keenam. Namun indra keenam ini sesungguhnya merupakan semacam peningkatan dari lima skandha. Orang mungkin bisa melihat melampaui dinding, melihat sesuatu yang terjadi di tempat yang jauh, dsb. Namun ini hanyalah mata super, kemampuan penglihatan super – bukanlah cara yang sama sekali baru dalam mengalami dunia. Sesungguhnya, adalah mustahil bagi manusia atau makhluk hidup manapun untuk bahkan sekadar membayangkan indra keenam yang sesungguhnya di luar daripada sistem-sistem yang dimilikinya. Ini karena kita hanya mengetahui keberadaan dari sistem apa yang kita miliki.

Catatan: kita bisa menyamakan kata sistem dengan kata skandha dalam Buddhisme; yang memiliki arti sistem yang terbentuk dari komponen-komponen dan yang melakukan fungsi tertentu.

 

-Kekosongan-

Sekarang kita menyelidiki skandha-skandha ini, seperti mata untuk melihat benda-benda. Sebagai contoh, katakanlah ada makhluk lain, alien, makhluk yang dapat menembus dinding dengan bebas, makhluk yang tidak memiliki bentuk – sesuatu seperti, hantu. Kita menggambarkan hantu yang dapat menembus benda-benda memiliki mata dan tubuh seperti kita. Namun sesungguhnya, apa gunanya mata, yang kita gunakan untuk melihat warna, menghitung jarak, dan sebagainya untuk makhluk yang dapat menembus segala sesuatu? Hantu tidak memiliki kebutuhan atas mata sebagaimana yang kita miliki. Jadi realitas penglihatan yang kita miliki, tidak ada artinya bagi hantu. Dengan kata lain, realitas penglihatan itu “kosong” bagi hantu.

Dan karena hantu tidak memiliki sistem untuk menciptakan dunia visual, secara logis hantu tidak memiliki bentuk visual, tidak ada tubuh. Hanya makhluk tanpa bentuk, tanpa tubuh yang tidak memerlukan mata untuk mempersepsikan bentuk-bentuk. Secara teoritis, semua bentuk indra ada hanya dalam hubungannya dengan dunia dari makhluk yang bersangkutan.

Jadi kita dapat melakukan kajian yang sama dengan skandha/sistem yang lainnya: telinga/bunyi, hidung/bau, pikiran, perasaan, dll.

Kebenaran penglihatan/obyek visual hanya valid bagi para mata, kebenaran pendengaran/bunyi hanya valid bagi para telinga, kebenaran pikiran hanya valid bagi neuron-otak, dan seterusnya.

Jadi setiap skandha atau sistem (sistem penglihatan, sistem pendengaran, dan seterusnya) memiliki “bahasa”nya sendiri, cara tersendiri untuk berkomunikasi. Dan bahasa tersebut hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan sistem yang sama. Kita hanya dapat mengkomunikasikan tentang bunyi kepada orang lain yang memiliki sistem pendengaran yang bekerja dengan baik. Di luar sistem tersebut, “bahasa” tersebut tidak memiliki makna. Ini seumpama berbicara tentang betapa indahnya bunyi musik Beethoven kepada orang tuli. Tidak bisa. Di luar sistem tersebut, semisal di luar sistem pendengaran, ia (dalam hal ini, bunyi) tidak memiliki makna: “kosong”.

Sutra Hati berkata,”Ketika Bodhisatva Avalokiteshvara berdiam dalam Prajna Paramitha yang mendalam, ia mempersepsikan kelima skandha sebagai kosong, dan karenanya melampaui semua penderitaan.”

Kita sudah mengkaji kelima skandha, kelima sistem. Dan kita bisa melihat bahwa kelima skandha ini yang menciptakan dunia, menciptakan segala sesuatu yang kita alami, menciptakan realitas kita, menciptakan kita – adalah sesungguhnya “kosong”.

 

-Prajna-

Sekarang skandha-skandha ini dihubungkan dengan penderitaan. Bagaimana bisa begitu? Dalam Buddhisme, kata bagi penderitaan adalah dukkha. Dukkha artinya ketidak-puasan, ketidak-lengkapan. Dan itulah tepatnya kelima skandha – tidak dapat dipuaskan, tidak dapat memberikan kepuasan yang kekal, selalu tidak-lengkap.

Dengan melihat sifat alamiah dari skandha-skandha ini, dengan memiliki pengalaman transeden yang sejati yang menghadirkan pencerahan – atau dalam istilah Buddhis, prajna – dari sifat sejati merekalah, seseorang dapat terbebaskan dari dunia penderitaan yang ilusif yang diciptakan oleh skandha-skandha ini. Terbangunkan dari skandha-skandha yang ilusif sekaligus kosong ini, Melihat Kebenaran, Melampaui semua penderitaan.

Dalam hal praktek Buddhis, adalah keprihatinan mendalam ketika praktisi bertahan dalam pendapat bahwa pencerahan berarti pengalaman penuh kebahagiaan. Suara-suara surgawi, melihat segala sesuatunya bercahaya, rasa ringan seolah seseorang tidak memiliki tubuh, merasakan kedamaian mendalam, tidak ada rasa diri, dsb. Atau dengan skandha ekstra, sistem ekstra, indra keenam, atau kemampuan supernatural, atau dalam istilah Buddhis, siddhi.

Kita tahu bahwa Sutra Hati atau Aum Singa dari Buddha Sakyamuni dimana Sang Buddha menyebutkan tentang pembuat rumah, tidaklah berbicara tentang hal-hal tersebut. Sebaliknya mereka berbicara tentang Prajna, Pengetahuan Tertinggi – Penyingkapan Kebenaran Sejati. Cermin Agung dari Kebijaksanaan. Inilah kemana praktek Buddhis seharusnya membawa kita.

 

Back